Black Hole
Konsep lubang hitam pertama kali
diajukan oleh seorang matematikawan-astronom berkebangsaan Jerman, Karl
Schwarzschild, pada tahun 1916 sebagai solusi eksak dari persamaan medan
Einstein (Relativitas Umum). Penyelesaian berupa persamaan diferensial orde dua
nonlinear--yang dihasilkan Schwarzschild hanya dengan bantuan pensil dan kertas
kala itu--sangat memikat Einstein. Pasalnya, relativitas umum yang bentuk
finalnya telah dipaparkan Einstein di Akademi Prusia pada 25 November 1915,
oleh penemunya sendiri "hanya" berhasil dipecahkan dengan
penyelesaian pendekatan. Bahkan dalam perkiraan Einstein, tidak akan mungkin menemukan
solusi eksak dari persamaan medan temuannya tersebut.
Istilah lubang hitam sendiri
menggambarkan kondisi kelengkungan ruang-waktu di sekitar benda bermassa dengan
medan gravitasi yang sangat kuat. Menurut teori relativitas umum, kehadiran
massa akan mendistorsi ruang dan waktu. Dalam bahasa yang sederhana, kehadiran
massa akan melengkungkan ruang dan waktu di sekitarnya. Ilustrasi yang umum
digunakan untuk mensimulasikan kelengkungan ruang di sekitar benda bermassa
dalam relativitas umum adalah dengan menggunakan lembaran karet sangat elastis
untuk mendeskripsikan ruang 3 dimensi ke dalam ruang 2 dimensi.
Bila kita mencoba
menggelindingkan sebuah bola pingpong di atas hamparan lembaran karet tersebut,
bola akan bergerak lurus dengan hanya memberi sedikit tekanan pada lembaran
karet. Sebaliknya, bila kita letakkan bola biliar yang massanya lebih besar
(masif) dibandingkan bola pingpong, akan kita dapati lembaran karet melengkung
dengan cekungan di pusat yang ditempati oleh bola biliar tersebut. Semakin
masif bola yang kita gunakan, akan semakin besar tekanan yang diberikan dan
semakin dalam pula cekungan pusat yang dihasilkan pada lembaran karet.
Sudah menjadi pengetahuan publik
bila gerak Bumi dan planet-planet lain dalam tata surya mengorbit Matahari
sebagai buah kerja dari gaya gravitasi, sebagaimana yang telah dibuktikan oleh
Isaac Newton pada tahun 1687 dalam Principia Mathematica-nya. Melalui persamaan
matematika yang menjelaskan hubungan antara kelengkungan ruang dan distribusi
massa di dalamnya, Einstein ingin memberikan gambaran tentang gravitasi yang
berbeda dengan pendahulunya tersebut. Bila sekarang kita menggulirkan bola yang
lebih ringan di sekitar bola yang masif pada lembaran karet di atas, kita
menjumpai bahwa bola yang ringan tidak lagi mengikuti lintasan lurus
sebagaimana yang seharusnya, melainkan mengikuti kelengkungan ruang yang
terbentuk di sekitar bola yang lebih masif. Cekungan yang dibentuk telah
berhasil "menangkap" benda bergerak lainnya sehingga mengorbit benda
pusat yang lebih masif tersebut. Inilah deskripsi yang sama sekali baru tentang
penjelasan gerak mengorbitnya planet-planet di sekitar Matahari a la
relativitas umum. Dalam kasus lain bila benda bergerak menuju ke pusat
cekungan, benda tersebut tentu akan tertarik ke arah benda pusat. Ini juga
memberi penjelasan tentang fenomena jatuhnya meteoroid ke Matahari, Bumi, atau
planet-planet lainnya.
Radius kritis
Melalui persamaan matematisnya
yang berlaku untuk sembarang benda berbentuk bola sebagai solusi eksak atas
persamaan medan Einstein, Schwarzschild menemukan bahwa terdapat suatu kondisi
kritis yang hanya bergantung pada massa benda tersebut. Bila jari-jari benda
tersebut (bintang misalnya) mencapai suatu harga tertentu, ternyata
kelengkungan ruang-waktu menjadi sedemikian besarnya sehingga tak ada satupun
yang dapat lepas dari permukaan benda tersebut, tak terkecuali cahaya yang
memiliki kelajuan 300.000 kilometer per detik! Jari-jari kritis tersebut
sekarang disebut Jari-jari Schwarzschild, sementara bintang masif yang
mengalami keruntuhan gravitasi sempurna seperti itu, untuk pertama kalinya
dikenal dengan istilah lubang hitam dalam pertemuan fisika ruang angkasa di New
York pada tahun 1969.
Untuk menjadi lubang hitam,
menurut persamaan Schwarzschild, Matahari kita yang berjari-jari sekira 700.000
kilometer harus dimampatkan hingga berjari-jari hanya 3 kilometer saja.
Sayangnya, bagi banyak ilmuwan kala itu, hasil yang diperoleh Schwarzschild dipandang
tidak lebih sebagai sebuah permainan matematis tanpa kehadiran makna fisis.
Einstein termasuk yang beranggapan demikian. Akan terbukti belakangan, keadaan
ekstrem yang ditunjukkan oleh persamaan Schwarzschild sekaligus model yang
diajukan fisikawan Amerika Robert Oppenheimer beserta mahasiswanya, Hartland
Snyder, pada 1939 yang berangkat dari perhitungan Schwarzschild berhasil
ditunjukkan dalam sebuah simulasi komputer.
Kelahiran lubang hitam
Bagaimana proses fisika hingga
terbentuknya lubang hitam? Bagi mahasiswa tingkat sarjana di Departemen
Astronomi, mereka mempelajari topik ini di dalam perkuliahan evolusi Bintang.
Waktu yang diperlukan kumpulan materi antarbintang (sebagian besar hidrogen)
hingga menjadi "bintang baru" yang disebut sebagai bintang deret
utama (main sequence star), bergantung pada massa cikal bakal bintang tersebut.
Makin besar massanya, makin singkat pula waktu yang diperlukan untuk menjadi
bintang deret utama. Energi yang dimiliki "calon" bintang ini
semata-mata berasal dari pengerutan gravitasi. Karena pengerutan gravitasi
inilah temperatur di pusat bakal bintang menjadi meninggi.
Dari mana bintang-bintang
mendapatkan energi untuk menghasilkan kalor dan radiasi, pertama kali
dipaparkan oleh astronom Inggris Sir Arthur Stanley Eddington. Sir Eddington
juga yang pernah memimpin ekspedisi gerhana Matahari total ke Pulau Principe di
lepas pantai Afrika pada 29 Mei 1919 untuk membuktikan ramalan teori
relativitas umum tentang pembelokan cahaya bintang di dekat Matahari. Meskipun
demikian, fisikawan nuklir Hans Bethe-lah yang pada tahun 1938 berhasil
menjelaskan bahwa reaksi fusi nuklir (penggabungan inti-inti atom) di pusat
bintang dapat menghasilkan energi yang besar. Pada temperatur puluhan juta
Kelvin, inti-inti hidrogen (materi pembentuk bintang) mulai bereaksi membentuk
inti helium. Energi yang dibangkitkan oleh reaksi nuklir ini membuat tekanan
radiasi di dalam bintang dapat menahan pengerutan yang terjadi. Bintang pun
kemudian berada dalam kesetimbangan hidrostatik dan akan bersinar terang dalam
waktu jutaan bahkan milyaran tahun ke depan bergantung pada massa awal yang
dimilikinya.
Semakin besar massa awal bintang,
semakin cepat laju pembangkitan energinya sehingga semakin singkat pula waktu
yang diperlukan untuk menghabiskan pasokan bahan bakar nuklirnya. Manakala
bahan bakar tersebut habis, tidak akan ada lagi yang mengimbangi gravitasi,
sehingga bintang pun mengalami keruntuhan kembali.
Nasib akhir sebuah bintang
ditentukan oleh kandungan massa awalnya. Artinya, tidak semua bintang akan
mengakhiri hidupnya sebagai lubang hitam. Untuk bintang-bintang seukuran massa
Matahari kita, paling jauh akan menjadi bintang katai putih (white dwarf)
dengan jari-jari lebih kecil daripada semula, namun dengan kerapatan mencapai
100 hingga 1000 kilogram tiap centimeter kubiknya! Tekanan elektron
terdegenerasi akan menahan keruntuhan lebih lanjut sehingga bintang kembali
setimbang. Karena tidak ada lagi sumber energi di pusat bintang, bintang katai
putih selanjutnya akan mendingin menjadi bintang katai gelap (black dwarf).
Untuk bintang-bintang dengan
massa awal yang lebih besar, setelah bintang melontarkan bagian terluarnya akan
tersisa bagian inti yang mampat. Jika massa inti yang tersisa tersebut lebih
besar daripada 1,4 kali massa Matahari (massa Matahari: 2x10 pangkat 30
kilogram), gravitasi akan mampu mengatasi tekanan elektron dan lebih lanjut
memampatkan bintang hingga memaksa elektron bergabung dengan inti atom (proton)
membentuk netron. Bila massa yang dihasilkan ini kurang dari 3 kali massa
Matahari, tekanan netron akan menghentikan pengerutan untuk menghasilkan
bintang netron yang stabil dengan jari-jari hanya belasan kilometer saja.
Sebaliknya, bila massa yang dihasilkan pasca ledakan bintang lebih dari 3 kali
massa Matahari, tidak ada yang bisa menahan pengerutan gravitasi. Bintang akan
mengalami keruntuhan gravitasi sempurna membentuk objek yang kita kenal sebagai
lubang hitam. Bila bintang katai putih dapat dideteksi secara fotografik dan
bintang netron dengan teleskop radio, lubang hitam tidak akan pernah dapat kita
lihat secara langsung!
Mengenali lubang hitam
Bila memang lubang hitam tidak
akan pernah bisa kita lihat secara langsung, lantas bagaimana kita bisa
meyakini keberadaannya? Untuk menjawab pertanyaan ini, John Wheeler sebagai
tokoh yang mempopulerkan istilah lubang hitam, memiliki sebuah perumpamaan yang
menarik. Bayangkan Anda berada di sebuah pesta dansa di mana para pria
mengenakan tuksedo hitam sementara para wanita bergaun putih panjang. Mereka
berdansa sambil berangkulan, dan karena redupnya penerangan di dalam ruangan,
Anda hanya dapat melihat para wanita dalam balutan busana putih mereka. Nah,
wanita itu ibarat bintang kasat mata sementara sang pria sebagai lubang
hitamnya. Meskipun Anda tidak melihat pasangan prianya, dari gerakan wanita
tersebut Anda dapat merasa yakin bahwa ada sesuatu yang menahannya untuk tetap
berada dalam "orbit dansa".
Demikianlah para astronom dalam
mengenali keberadaan sebuah lubang hitam. Mereka menggunakan metode tak
langsung melalui pengamatan bintang ganda yang beranggotakan bintang kasat mata
dan sebuah objek tak tampak. Beruntung, semesta menyediakan sampel bintang
ganda dalam jumlah yang melimpah. Kenyataan ini bukanlah sesuatu yang
mengherankan, sebab bintang-bintang memang terbentuk dalam kelompok. Hasil
pengamatan menunjukkan bahwa di galaksi kita, Bima Sakti, terdapat banyak
bintang yang merupakan anggota suatu gugus bintang ataupun asosiasi.
Telah disebutkan di atas bahwa
medan gravitasi lubang hitam sangat kuat, jauh lebih kuat daripada bintang
kompak lainnya seperti bintang “katai putih” maupun bintang netron. Dalam
sebuah sistem bintang ganda berdekatan, objek yang lebih masif dapat menarik
materi dari bintang pasangannya. Demikian pula dengan lubang hitam. lubang hitam
menarik materi dari bintang pasangan dan membentuk cakram akresi di sekitarnya
(bayangkan sebuah donat yang pipih bentuknya). Bagian dalam dari cakram yang
bergerak dengan kelajuan mendekati kelajuan cahaya, akan melepaskan energi
potensial gravitasinya ketika jatuh ke dalam lubang hitam. Energi yang
sedemikian besar diubah menjadi kalor yang akan memanaskan molekul-molekul gas
hingga akhirnya terpancar sinar-X dari cakram akresi tersebut. Sinar-X yang
dihasilkan inilah yang digunakan oleh para astronom untuk mencurigai keberadaan
sebuah lubang hitam dalam suatu sistem bintang ganda. Untuk lebih meyakinkan
bahwa bintang kompak tersebut benar-benar lubang hitam alih-alih bintang “katai
putih” ataupun bintang netron, astronom menaksir massa objek tersebut dengan
perangkat matematika yang disebut fungsi massa. Bila diperoleh massa bintang
kompak lebih dari 3 kali massa Matahari, besar kemungkinan objek tersebut
adalah lubang hitam.
Sumber :
www.forumsains.com
www.fisikanet.lipi.go.id