Asteroid

Asteroids (from Greek ἀστήρ "star" and εἶδος "like, in form") are a class of small Solar System bodies in orbit around the Sun. They have also been called planetoids, especially the larger ones.

Nebula

A nebula (from Latin: "cloud";nebulae or nebulæ, with ligature or nebulas) is an interstellar cloud of dust, hydrogen, helium and other ionized gases.

Andromeda Galaxy

The Andromeda Galaxy is a spiral galaxy approximately 2.6 million light-years (2.5×1019 km) from Earth in the Andromeda constellation. It is also known as Messier 31, M31, or NGC 224, and is often referred to as the Great Andromeda Nebula in older texts.

Jupiter

Jupiter is the fifth planet from the Sun and the largest planet within the Solar System.[13] It is a gas giant with mass one-thousandth that of the Sun but is two and a half times the mass of all the other planets in our Solar System combined.

Saturnus

Saturn is the sixth planet from the Sun and the second largest planet in the Solar System, after Jupiter. Named after the Roman god Saturn, its astronomical symbol (♄) represents the god's sickle.

Selasa, 27 Maret 2012

Solusi Asah Otak - Part I

Gimana teman-teman? Ada yang bisa nemuin solusi untuk asah otak - Part I yang kemaren saya posting?
Bingung? Atau sudah ada yang ketemu?
Gini nih jawaban yang benar..


Untuk kasus I, begini jawabannya :
 Untuk kasus II, ini jawabannya :
Menarik bukan??

Tunggu postingan asah otak berikutnya. Tantangannya akan lebih berat lagi. Jadi siapkan otakmu untuk menghadapinya.

Minggu, 25 Maret 2012

Asah Otak - Part I

Pada postingan kali ini, saya akan mengajak anda berpikir secara logis mengenai beberapa kasus yang disajikan. Ingat pikirkan secara logis ya!

Kasus I

Susunlah enam (6) buah garis menjadi sebuah bentuk yang memenuhi syarat sebagai berikut :
  • Garis-garis saling bersentuhan di tiga (3) posisi,
  • Jarak di antara masing-masing posisi bersentuhan adalah sama,
  • Bidang yang dihasilkan dari potongan garis-garis tersebut adalah sama luasnya serta jumlahnya adalah sama
Kasus II
Susunlah lima (5) buah garis yang sama panjang menjadi sebuah bentuk yang memenuhi syarat sebagai berikut : 
  • Garis-garis saling bersentuhan di empat (4) posisi,
  • Jarak di antara masing-masing posisi bersentuhan adalah sama,
  • dan bidang yang dihasilkan dari potongan garis-garis tersebut adalah berjumlah enam dengan lima yang sama besar
Ayo teman-teman silahkan dipahami dengan benar perintah yang diberikan. Boleh cari kertas kosong dan coret-coret sendiri. Kalau sudah silahkan diberikan jawabannya. Kalau gak tau juga gak apa-apa, ntar aku kasih solusinya.

Solusi >> next post . . . . . . . . .

Jumat, 23 Maret 2012

Bukti untuk Teori Big Bang - Part II

Jika jumlah bintang tidak berhingga, maka gaya tarik gravitasi antar galaksi akan menyebabkan alam semesta runth kecuali kalu alam semesta memuai, sebagaimana disimpulkan oleh Olbers (dimana gravitasi akan berkurang dan akhirnya menghentikan laju pemuaian), jika tidak, materi harus diciptakan secara terus menerus untuk mencegah keruntuhannya. Teori terakhir ini, yang dikenal sebagai Teori Keadaan Tunak dari alam semesta telah didukung oleh banyak ilmuwan terkemuka hingga akhir-akhir ini, di samping Hukum Hubble. Pada tahun 1928, astronom terkenal Sir James Jeans berbicara tentang "Titik titik di pusat nebula dimana materi terus dituang ke alam semesat kita dari suatu dimensi lain", dan pandangan ini masih tetap dipertahankan oleh banyak ilmuwan besar hingga dekade 1960-an. Teori keadaan tunak dikembangkan dari gagasan Jeans oleh Hermann Bondi, Thomas Gold, dan Fred Hoyle pada tahun 1948. Teori ini menganggap bahwa alam semesta pada skala yang cukup besar adalah sama pada semua tempat dan pada setiap waktu. Dengan menganggap konstanta Hubble tidak berubah, teori ini mensyaratkan penciptaan materi secara terus menerus untuk mengimbangi penyebaran materi akibat pemuaian. Titik penciptaan yang disebut sebagai lubang putih telah dibayangkan sebagai lawan lubang hitam.

Alasan atas dukungan mereka terhadap teori keadaan tunak terletak pada ketidaksesuaian antara usia bintang dalam gugus bintang globular dan usia alam semesta yang diperkirakan dari konstanta Hubble. Pada saat teori keadaan tunak dikemukakan, konstanta Hubble diperkirakan sedemikian rupa sehingga dapat menghasilkan suatu usia yang sedikit lebih besar dari 4 milyar tahun untuk alam semesta, dengan menganggap teori Big Bang itu benar. Pengukuran yang lebih baik mengurangi nilai konstanta Hubble, menghasilkan usia alam semesta menjadi 7 milyar tahun, lebih muda dari usia bintang-bintang yang lebih tua, yang diperhitungkan berusia 12-15 milyar tahun. Jelaslah bahwa mereka yang menyanggah, dengan memihak pada Teori Keadaan Tunak, tidak terkesan oleh alam semesta yang lebih muda daripada bintang-bintangnya sendiri! Akan tetapi, kesulitan mereka dalam meyakinkan pemihak teori Big Bang bertambah besar ketika hasil dan kesimpulan dari penelitian yang ekstensif atas sumber radio diterbitkan pada tahun 1955 oleh Martin Ryle di Cambridge. Dengan menggunakan teleskop radio resolusi tinggi, Ryle membuktikan bahwa konsentrasi sumber radio meningkat pada jarak-jarak yang jauh. Penemuan ini melemahkan prinsip dasar keseragaman pada teori keadaan tunak : gagasan bahwa alam semesta pada skala besar haruslah sama di mana saja. Penelitian lebih lanjut atas sumber radio pada jarak-jarak yang jauh tampaknya memperlihatkan suatu kelebihan dari galaksi radio pada suatu waktu jauh di masa lampau.

Perselisihan antara kedua teori ini diselesaikan secara tegas, dengan keberpihakan pada Teori Big Bang, oleh dua penemuan utama pada dasawarsa berikutnya. Teori Big Bang sekarang didukung oleh bukti yang sangat kuat berdasarkan kedua penemuan ini.

Selasa, 13 Maret 2012

Bukti Untuk Teori Big Bang - Part I


Bintang dan galaksi mengandung hidrogen kira-kira 3 kali lebih banyak daripada helium. Pengamatan ini dapat dijelaskan sebagai akibat pendinginan alam semesta setelah Big Bang. Di atas temperatur 10.000 juta derajat, neutron dan proton terlepas terbebas dari inti. Begitu alam semesta mendingin, neutron dan proton bergabung membentuk inti helium pada 10.000 juta derajat, menyisakan kelebihan proton sebagai inti hidrogen. Karena terdapat 14 proton untuk setiap 2 neutron sebelum inti atom dibentuk, maka setiap inti helium menangkap 2 proton dan 2 neutron, menyisakan kelebihan 12 proton sebagai inti hidrogen, bersesuaian dengan rasio massa hidrogen terhadap helium sebesar tiga berbanding satu.

Mengapa terdapat proton dengan jumlah 7 kali jumlah neutron ketika alam semesta muda berada pada temperatur 10.000 juta derajat? Jawaban untuk pertanyaan ini terletak pada kenyataan bahwa neutron sedikit lebih berat daripada proton dan dengan demikian energi yang berkaitan dengan massa diamnya sedikit lebih besar dari massa diam proton. Proton dan neutron tersusun atas partikel yang lebih kecil disebut kuark. Pada saat memuai setelah Big Bang, alam semesta mendingin dan kuark serta anti-kuark terbentuk dari radiasi energi tinggi. Lebih banyak kuark serta anti-kuark yang terbentuk dan antikuark dimusnahkan oleh kuark. Pada saat alam semesta lebih mendingin lagi, kuark yang tersisa membentuk proton dan neutron. Lebih banyak energi dibutuhkan untuk membentuk neutron daripada untuk membentuk proton sehingga pembentukan proton akan lebih mungkin daripada pembentukan neutron. Perbedaan energi ini kira-kira sama dengan energi kinetik proton atau neutron pada temperatur kira-kira 10.000 juta derajat, dan cukup untuk melaporkan secara statistik kenyataan bahwa terdapat kira-kira satu neutron untuk setiap 7 proton.

*kuark : partikel dasar yang menyusun proton dan neutron.

Sumber :
Einstein : Seri Siapa Dia ?. Jim Breithaupt

Minggu, 11 Maret 2012

Pasangan Katai Putih


Bagaimana sebuah bintang akan mengakhiri hidupnya? Kita mungkin tidak asing jika mendengar sebuah bintang berakhir dalam sebuah ledakan dasyat yang dikenal sebagai supernova. Tapi untuk bintang-bintang seperti Matahari, mereka akan berakhir sebagai bintang katai putih.

Bintang ini kompak dan dingin. Pada saat bintang serupa Matahari mencapai tahap ini, maka ia hanya akan tersusun oleh karbon dan oksigen. Tapi ada yang menarik yang berhasil ditemukan para peneliti dari University of Warwick. Mereka berhasil menemukan pasangan bintang katai putih ganda unik yang tampaknya saling berseteru. Perseteruan itu tampak dari kondisi mereka yang sudah tercabik-cabik dan menyisakan helium sebagai penyusun kedua bintang tersebut.

Sampai saat ini diketahui ada 50 pasang bintang katai putih ganda dekat namun sistem bintang ganda katai putih CSS 41177 yang baru ditemukan ini merupakan bintang ganda dekat gerhana kedua yang ditemukan sampai saat ini.  Astronom dari Universitas Warwick melakukan pengamatan untuk mendapatkan informasi yang lebih detil saat kedua bintang tersebut saling menggerhanai jika dilihat dari Bumi.

Sistem CSS 41177 tersebut berada 1140 tahun cahaya dari Bumi di rasi Leo. Pasangan ini diamati oleh Teleskop Liverpool 2 meter di Canary Island dan teleskop Gemini 8 meter di Hawaii.

Helium pada Katai Putih?
Pengamatan yang dilakukan oleh Steven Parsons dan Professor Tom Marsh mengungkap keunikan dari kedua bintang katai putih tersebut. Uniknya materi penyusun keduanya sebagian besar adalah helium.
Diperkirakan ada 30 sistem yang merupakan sistem bintang katai putih ganda helium, dan CSS 41177 merupakan sistem yang unik karena sistem ini merupakan satu-satunya sistem katai putih helium ganda gerhana yang diketahui.

Pertanyaannya, bukankah bintang katai putih harusnya tak lagi memiliki helium?
Pada sistem bintang katai putih ganda helium, kedua bintang yang ada disana memulai kehidupannya sebagai bintang normal pada saat yang sama. Salah satu bintang itu lebih masif sehingga ia membakar habis bahan bakar di dalam dirinya lebih cepat dan lebih dahulu mencapai masa akhir hidupnya. Ia kemudian beralih menjadi bintang raksasa merah sebelum runtuh menjadi katai putih. Itu jalan hidup yang harusnya ia miliki sama seperti bintang lainnya di alam semesta. Sama juga dengan Matahari kelak. Ketika ia sudah menjadi katai putih, ia tidak lagi tersusun oleh hidrogen dan helium karena sudah habis dan hanya disusun oleh inti lembam yang kaya karbon dan oksigen.

Jadi bagaimana katai putih, masih memiliki helium yang berlimpah di dalam dirinya? Pada suatu masa dalam perjalanan hidupnya si bintang ini mengalami kehilangan massa yang besar. Artinya kedua bintang ini memiliki masa lalu yang penuh dinamika di antara keduanya. Atau mungkin bisa dikatakan masa lalu yang penuh perseteruan dan saling merusak?

Cerita evolusi kedua bintang ini berubah ketika bintang memasuki tahap raksasa merah.  Pada sistem ini, bintang yang lebih masif terlebih dahulu mengembang sebagai raksasa merah. Ketika ia mengembang inilah masalah muncul. Selubung hidrogen terluar bintang masif ini dikoyakkan bintang pasangannya. Akibatnya bintang masif tersebut tidak pernah memperoleh kesempatan untuk membangkitkan reaksi fusi untuk membakar helium. Maka bintang masif itu pun harus menjadi bintang katai putih helium.  Lantas bagaimana dengan bintang pasangannya?

Saat bintang pasangan kemudian mulai mengembang sebagai raksasa merah, nasib serupa juga ia alami. Selubung hidrogen terluarnya dirusak oleh bintang pertama. Tapi karena bintang pertama sudah menjadi bintang katai putih, materi yang ia dapat tersebut tidak bisa digunakan lagi. Hidrogen tersebut pun hilang di dalam sistem ganda tersebut meninggalkan kedua bintang sebagai katai putih helium.

Hanya dalam waktu 1 milyar tahun, perseteruan kedua bintang akan berakhir karena keduanya akan bergerak spiral ke dalam dan bergabung. Pada saat itulah keduanya akan saling membakar helium yang ada dalam dirinya dan menjadi obyek yang dikenal sebagai subkatai panas. Bintang sub katai panas akan bertahan selama 100 juta tahun sebelum berakhir.

Sumber :
http://langitselatan.com/2011/05/26/perseteruan-yang-membentuk-bintang-katai-putih-helium/

Bintang Katai Y yang Berhati Dingin


Setelah lebih dari satu dekade para astronom memburu obyek dingin tanpa kesuksesan, hasil yang diberikan oleh Wide-field Infrared Survey Explorer (WISE) membuka jendela harapan bagi para astronom untuk menemukan obyek dingin lainnya.

WISE dalam survei langit yang dilakukan berhasil menemukan 6 obyek bintang dingin yang digolongkan dalam katai Y. Yang menarik, ke-6 obyek dingin tersebut suhunya sedingin tubuh manusia. Dengan suhu sedingin itu, teleskop yang bekerja pada cahaya tampak akan sulit melihat obyek seperti it. WISE mampu melihatnya karena WISE memiliki mata inframerah yang mampu untuk mengenali pendaran cahaya lemah setengah lusin katai Y yang jaraknya juga cukup dekat dari Matahari.

Bintang Katai Y
Ia adalah anggota paling dingin dalam keluarga katai coklat. Bintang katai coklat sering disebut sebagai bintang yang gagal, karena tidak mampu mengumpulkan cukup massa untuk memicu terjadinya pembakaran di inti dan bersinar laksana Matahari selama milyaran tahun. Karena tidak ada pembakaran di dalam dirinya obyek ini mendingin dan meredup seiring waktu sampai hanya ada secercah cahaya yang di pancarkan dan itupun pada gelombang inframerah.

Atmosfer dari bintang katai coklat juga mirip dengan planet gas raksasa seperti Jupiter, namun lebih mudah dipelajari. Ini disebabkan karena bintang katai coklat biasanya sendiri di angkasa, tidak seperti planet yang keberadaannya terhalau kuatnya cahaya bintang induk yang dikelilinginya.

Sedingin apakah bintang itu ?
Hasil pengamatan WISE mengungkap keberadaan 100 katau coklat baru, dan 6 di antaranya merupakan kelas Y atau katai Y.

Bintang katai Y merupakan bintang paling dingin di dalam keluarga katai coklat dan secara teoritis temperaturnya < 500 K. Ke-6 bintang katai Y yang ditemukan WISE diperkirakan memiliki temperatur sedingin tubuh manusia.  dengan suhu terendah berasal dari WISE 1828+2650 yang memiliki temperatur lebih rendah dari temperatur ruangan atau lebih rendah dari 298 K (25°C, 80°F ).

Bintang katai coklat yang ditemukan sebelum penemuan WISE ini memiliki temperatur setara dengan tempeatur oven. Dengan ditemukannya ke-6 katai coklat yang baru tersebut, temperatur terdingin di kelas Y bergeser dari “area dapur” ke area terdingin di dalam rumah dan mereka juga berada tak jauh dari rumah manusia,  hanya berjarak antara 9 – 40 tahun cahaya. Dengan jarak 9 tahun cahaya, maka WISE 1541-2250 menjadi sistem bintang terdekat ke-7 dan membuat Ross 154 si bintang katai merah menempati urutan ke-8 pada jarak 9,68 tahun cahaya. Bintang terdekat dari Tata Surya adalah Proxima Centauri dengan jarak sekitar 4 tahun cahaya.

Penemuan bintang katai coklat di dekat Matahari seperti menemukan rumah tersembunyi di lingkungan kita sendiri yang bahkan tidak pernah disadari kehadirannya. Kehadiran WISE memberi harapan baru bagi manusia untuk bisa menemukan tetangga dekat lainnya yang bahkan bisa jadi lebih dekat dari bintang terdekat saat ini.

Sumber :
http://langitselatan.com/2011/09/01/katai-y-bintang-sedingin-manusia/

Wahai bintang, berapakah usiamu??



Belum lama ini, astronom telah mendapatkan sebuah metode untuk menentukan usia bintang secara akurat dari mengamati bagaimana bintang itu berotasi. Bagaikan sebuah gasing yang diputar di atas meja, maka seberapa cepat atau lambat bintang itu berotasi dapat menjadi penentu waktu berapakah usia sebuah bintang. Hal tersebut disampaikan oleh astronom bernama Soren Meibom dari Harvard-Smithsonian Center for Astrophysics pada pertemuan American Astronomical Society ke 218.

Mengapa para astronom perlu memahami usia sebuah bintang? Kajian usia bintang mempunyai peran yang sangat penting pada berbagai studi di astronomi, secara khusus tentunya bagi pencarian planet-planet di luar Tata Surya, mempelajari bagaimana pembentukannya, perkembangannya, dan mengapa setiap sistem keplanetan yang telah ditemukan begitu unik satu dengan yang lainnya. Dengan mengetahui usia bintang, maka kita dapat menentukan usia planet-planetnya, serta apakah mungkin ada kehidupan yang sempat tumbuh di luar sana. Semakin tua usia planet, semakin besar kemungkinan kehidupan terbentuk, karena sebagaimana yang telah diketahui sistem keplanetan yang berada pada sebuah bintang biasanya terbentuk bersamaan dengan kelahiran bintang itu sendiri.

Mengetahui usia bintang cenderung mudah untuk ditentukan apabila bintang yang akan diukur itu berada di dalam sebuah sistem gugus bintang. Adalah pengetahuan dasar bagi astronomi untuk mendapatkan hubungan warna dan kecerlangan bintang-bintang di dalam gugus guna menentukan usia gugus, akan tetapi kondisinya akan menjadi sangat sulit apabila bintang yang akan ditentukan usianya tidak berada dalam satu sistem gugus. Sebagaimana bintang-bintang yang telah ditemukan mempunyai sistem keplanetan, kebanyakan tidak berada di dalam gugus, sehingga menentukan usianya menjadi tantangan tersendiri dalam studi astronomi.

Penelitian yang dilakukan oleh Meibon dkk mempergunakan pengamatan dari wahana Kepler, dengan melakukan pengukuran rasio rotasi pada sebuah gugus berusia 1 milyar tahun yang disebut sebagai NGC 6811. Nilai ini hampir mencapai dua kali lipat dari penelitian sebelumnya, dan usia sekitar itu masih dikatakan penyelidikan pada gugus muda.

Penelitian ini memberi pemahaman baru pada hubungan rasio rotasi bintang dengan usianya. Jika kesahihan hubungan rotasi bintang dan usia dapat diperoleh, maka pengukuran periode rotasi bintang dari setiap bintang dapat dipergunakan untuk menentukan usianya – sebuah teknik yang disebut sebagai gyrochronology – tetapi hal ini tidak serta merta dapat dipergunakan.

Sebagaimana sistem waktu di Bumi yang memerlukan standar, maka sistem penentuan waktu (usia) tersebut harus dapat dikalibrasikan kepada sebuah standar. Sebagaimana kita di Bumi menyatakan bahwa satu tahun terdiri dari 365 hari, dst, maka agar dapat mendapat kesesuaian waktu, harus dapat diperoleh sebuah kestandaran.

Untuk itu, maka langkah pertama yang para peneliti itu lakukan adalah memulai dari pengukuran sebuah sistem gugus yang telah diketahui usianya. Dengan mengukur rotasi pada bintang-bintang anggota gugus, dapat dipelajari rasio putaran bintang-bintangnya untuk menentukan usia-usianya. Pengukuran rotasi bintang anggota gugus pada usia yang berbeda dapat menghubungkan antara putaran dan usianya.

Untuk dapat mengukur putaran bintang, astronom harus mendapatkan perubahan kecerlangan bintang akibat adanya bintik bintang pada permukaan bintang, sebagaimana bintik Matahari pada permukaan Matahari. Bila ada bintik terbentuk pada permukaan dan berada pada arah ke pengamat, maka bintang akan mengalami sedikit peredupan, sampai ketika bintik itu menghilang, dan bintang kembali sedikit lebih cerlang. Dengan menentukan berapa lama bintik itu berotasi pad apermukaan bintang, maka dapat ditentukan berapa cepat bintang yang diamati berpusing.

Tentunya perubahan kecerlangan bintang akibat bintik adalah sangat-sangat kecil, lebih kecil dari satu persen dan menjadi lebih kecil lagi pada bintang yang lebih tua. Dengan demikian pengukuran rotasi bintang pada bintang-bintang yang lebih tua dari setengah milyar tahun tidak dapat dilakukan dari permukaan Bumi dikarenakan gangguan atmosfer Bumi. Tetapi permasalah itu saat ini telah dapat diatasi mempergunakan pengamatan wahana Kepler, karena wahana itu telah dirancang guna mengukur kecerlangan bintang dengan sangat presisi guna penentuan adanya sistem keplanetan pada bintang-bintang.

Tentunya menentukan hubungan usia-rotasi pada kasus NGC 6811 ini bukanlah pekerjaan mudah bagi Meibom dkk karena mereka telah menghabiskan waktu empat tahun menentukan bintang-bintang anggota gugus atau kebetulan bintang lain yang berada pada arah pandang yang sama. Hal ini dilakukan mempergunakan peralatan yang disebut Hectochelle yang terpasang pada teleskop MMT di Mt. Hopkins Arizona selatan. Alat Hectochelle dapat mengamati 240 bintang secara bersamaan, dan dengan demikian telah mengamati sekitar 7000 bintang selama empat tahun pengamatannya. Setelah mengetahui bintang-bintang yang merupakan anggota gugus, maka selanjutnya data dari Kepler dipergunakan untuk menentukan seberapa cepat bintang-bintang itu berputar.

Mereka menemukan periode rotasi antara 1 sampai 11 hari (yang lebih panas dan masif berputar lebih cepat), dibanding dengan Matahari yang rasio putarannya hanya 30 hari. Yang paling penting dari temuan mereka adalah adanya hubungan massa bintang dengan rasio rotasi dengan sebaran data yang kecil. Temuan ini mengkonfirmasi bahwa gyrochronology adalah metode baru yang dapat dipergunakan untuk mempelajari usia sebuah bintang.

Tim Meibom saat ini berencana untuk mempelajari sistem gugus yang lebih tua guna mengkalibrasi penentu waktu bintang mereka. Ini tentunya merupakan langkah yang lebih sulit karena bintang yang lebih tua berputar lebih lambat dan memiliki lebih sedikit bintik-bintik, yang artinya perubahan kecerlangannya akan sangat-sangat kecil.

Pekerjaan Meibom dkk itu telah menjadi sebuah lompatan dalam pemahaman pada bagaimanakah bintang-bintang di langit (termasuk Matahari) bekerja, demikian juga pada pada pemahaman sistem keplanetan di bintang-bintang yang jauh.

Sumber :
http://langitselatan.com/2011/05/26/bagaimana-kita-menentukan-usia-bintang/

Minggu, 04 Maret 2012

Black Hole, Sang Penghisap Maut


Black Hole

Konsep lubang hitam pertama kali diajukan oleh seorang matematikawan-astronom berkebangsaan Jerman, Karl Schwarzschild, pada tahun 1916 sebagai solusi eksak dari persamaan medan Einstein (Relativitas Umum). Penyelesaian berupa persamaan diferensial orde dua nonlinear--yang dihasilkan Schwarzschild hanya dengan bantuan pensil dan kertas kala itu--sangat memikat Einstein. Pasalnya, relativitas umum yang bentuk finalnya telah dipaparkan Einstein di Akademi Prusia pada 25 November 1915, oleh penemunya sendiri "hanya" berhasil dipecahkan dengan penyelesaian pendekatan. Bahkan dalam perkiraan Einstein, tidak akan mungkin menemukan solusi eksak dari persamaan medan temuannya tersebut.

Istilah lubang hitam sendiri menggambarkan kondisi kelengkungan ruang-waktu di sekitar benda bermassa dengan medan gravitasi yang sangat kuat. Menurut teori relativitas umum, kehadiran massa akan mendistorsi ruang dan waktu. Dalam bahasa yang sederhana, kehadiran massa akan melengkungkan ruang dan waktu di sekitarnya. Ilustrasi yang umum digunakan untuk mensimulasikan kelengkungan ruang di sekitar benda bermassa dalam relativitas umum adalah dengan menggunakan lembaran karet sangat elastis untuk mendeskripsikan ruang 3 dimensi ke dalam ruang 2 dimensi.

Bila kita mencoba menggelindingkan sebuah bola pingpong di atas hamparan lembaran karet tersebut, bola akan bergerak lurus dengan hanya memberi sedikit tekanan pada lembaran karet. Sebaliknya, bila kita letakkan bola biliar yang massanya lebih besar (masif) dibandingkan bola pingpong, akan kita dapati lembaran karet melengkung dengan cekungan di pusat yang ditempati oleh bola biliar tersebut. Semakin masif bola yang kita gunakan, akan semakin besar tekanan yang diberikan dan semakin dalam pula cekungan pusat yang dihasilkan pada lembaran karet.

Sudah menjadi pengetahuan publik bila gerak Bumi dan planet-planet lain dalam tata surya mengorbit Matahari sebagai buah kerja dari gaya gravitasi, sebagaimana yang telah dibuktikan oleh Isaac Newton pada tahun 1687 dalam Principia Mathematica-nya. Melalui persamaan matematika yang menjelaskan hubungan antara kelengkungan ruang dan distribusi massa di dalamnya, Einstein ingin memberikan gambaran tentang gravitasi yang berbeda dengan pendahulunya tersebut. Bila sekarang kita menggulirkan bola yang lebih ringan di sekitar bola yang masif pada lembaran karet di atas, kita menjumpai bahwa bola yang ringan tidak lagi mengikuti lintasan lurus sebagaimana yang seharusnya, melainkan mengikuti kelengkungan ruang yang terbentuk di sekitar bola yang lebih masif. Cekungan yang dibentuk telah berhasil "menangkap" benda bergerak lainnya sehingga mengorbit benda pusat yang lebih masif tersebut. Inilah deskripsi yang sama sekali baru tentang penjelasan gerak mengorbitnya planet-planet di sekitar Matahari a la relativitas umum. Dalam kasus lain bila benda bergerak menuju ke pusat cekungan, benda tersebut tentu akan tertarik ke arah benda pusat. Ini juga memberi penjelasan tentang fenomena jatuhnya meteoroid ke Matahari, Bumi, atau planet-planet lainnya.

Radius kritis

Melalui persamaan matematisnya yang berlaku untuk sembarang benda berbentuk bola sebagai solusi eksak atas persamaan medan Einstein, Schwarzschild menemukan bahwa terdapat suatu kondisi kritis yang hanya bergantung pada massa benda tersebut. Bila jari-jari benda tersebut (bintang misalnya) mencapai suatu harga tertentu, ternyata kelengkungan ruang-waktu menjadi sedemikian besarnya sehingga tak ada satupun yang dapat lepas dari permukaan benda tersebut, tak terkecuali cahaya yang memiliki kelajuan 300.000 kilometer per detik! Jari-jari kritis tersebut sekarang disebut Jari-jari Schwarzschild, sementara bintang masif yang mengalami keruntuhan gravitasi sempurna seperti itu, untuk pertama kalinya dikenal dengan istilah lubang hitam dalam pertemuan fisika ruang angkasa di New York pada tahun 1969.

Untuk menjadi lubang hitam, menurut persamaan Schwarzschild, Matahari kita yang berjari-jari sekira 700.000 kilometer harus dimampatkan hingga berjari-jari hanya 3 kilometer saja. Sayangnya, bagi banyak ilmuwan kala itu, hasil yang diperoleh Schwarzschild dipandang tidak lebih sebagai sebuah permainan matematis tanpa kehadiran makna fisis. Einstein termasuk yang beranggapan demikian. Akan terbukti belakangan, keadaan ekstrem yang ditunjukkan oleh persamaan Schwarzschild sekaligus model yang diajukan fisikawan Amerika Robert Oppenheimer beserta mahasiswanya, Hartland Snyder, pada 1939 yang berangkat dari perhitungan Schwarzschild berhasil ditunjukkan dalam sebuah simulasi komputer.

Kelahiran lubang hitam

Bagaimana proses fisika hingga terbentuknya lubang hitam? Bagi mahasiswa tingkat sarjana di Departemen Astronomi, mereka mempelajari topik ini di dalam perkuliahan evolusi Bintang. Waktu yang diperlukan kumpulan materi antarbintang (sebagian besar hidrogen) hingga menjadi "bintang baru" yang disebut sebagai bintang deret utama (main sequence star), bergantung pada massa cikal bakal bintang tersebut. Makin besar massanya, makin singkat pula waktu yang diperlukan untuk menjadi bintang deret utama. Energi yang dimiliki "calon" bintang ini semata-mata berasal dari pengerutan gravitasi. Karena pengerutan gravitasi inilah temperatur di pusat bakal bintang menjadi meninggi.

Dari mana bintang-bintang mendapatkan energi untuk menghasilkan kalor dan radiasi, pertama kali dipaparkan oleh astronom Inggris Sir Arthur Stanley Eddington. Sir Eddington juga yang pernah memimpin ekspedisi gerhana Matahari total ke Pulau Principe di lepas pantai Afrika pada 29 Mei 1919 untuk membuktikan ramalan teori relativitas umum tentang pembelokan cahaya bintang di dekat Matahari. Meskipun demikian, fisikawan nuklir Hans Bethe-lah yang pada tahun 1938 berhasil menjelaskan bahwa reaksi fusi nuklir (penggabungan inti-inti atom) di pusat bintang dapat menghasilkan energi yang besar. Pada temperatur puluhan juta Kelvin, inti-inti hidrogen (materi pembentuk bintang) mulai bereaksi membentuk inti helium. Energi yang dibangkitkan oleh reaksi nuklir ini membuat tekanan radiasi di dalam bintang dapat menahan pengerutan yang terjadi. Bintang pun kemudian berada dalam kesetimbangan hidrostatik dan akan bersinar terang dalam waktu jutaan bahkan milyaran tahun ke depan bergantung pada massa awal yang dimilikinya.

Semakin besar massa awal bintang, semakin cepat laju pembangkitan energinya sehingga semakin singkat pula waktu yang diperlukan untuk menghabiskan pasokan bahan bakar nuklirnya. Manakala bahan bakar tersebut habis, tidak akan ada lagi yang mengimbangi gravitasi, sehingga bintang pun mengalami keruntuhan kembali.

Nasib akhir sebuah bintang ditentukan oleh kandungan massa awalnya. Artinya, tidak semua bintang akan mengakhiri hidupnya sebagai lubang hitam. Untuk bintang-bintang seukuran massa Matahari kita, paling jauh akan menjadi bintang katai putih (white dwarf) dengan jari-jari lebih kecil daripada semula, namun dengan kerapatan mencapai 100 hingga 1000 kilogram tiap centimeter kubiknya! Tekanan elektron terdegenerasi akan menahan keruntuhan lebih lanjut sehingga bintang kembali setimbang. Karena tidak ada lagi sumber energi di pusat bintang, bintang katai putih selanjutnya akan mendingin menjadi bintang katai gelap (black dwarf).

Untuk bintang-bintang dengan massa awal yang lebih besar, setelah bintang melontarkan bagian terluarnya akan tersisa bagian inti yang mampat. Jika massa inti yang tersisa tersebut lebih besar daripada 1,4 kali massa Matahari (massa Matahari: 2x10 pangkat 30 kilogram), gravitasi akan mampu mengatasi tekanan elektron dan lebih lanjut memampatkan bintang hingga memaksa elektron bergabung dengan inti atom (proton) membentuk netron. Bila massa yang dihasilkan ini kurang dari 3 kali massa Matahari, tekanan netron akan menghentikan pengerutan untuk menghasilkan bintang netron yang stabil dengan jari-jari hanya belasan kilometer saja. Sebaliknya, bila massa yang dihasilkan pasca ledakan bintang lebih dari 3 kali massa Matahari, tidak ada yang bisa menahan pengerutan gravitasi. Bintang akan mengalami keruntuhan gravitasi sempurna membentuk objek yang kita kenal sebagai lubang hitam. Bila bintang katai putih dapat dideteksi secara fotografik dan bintang netron dengan teleskop radio, lubang hitam tidak akan pernah dapat kita lihat secara langsung!

Mengenali lubang hitam

Bila memang lubang hitam tidak akan pernah bisa kita lihat secara langsung, lantas bagaimana kita bisa meyakini keberadaannya? Untuk menjawab pertanyaan ini, John Wheeler sebagai tokoh yang mempopulerkan istilah lubang hitam, memiliki sebuah perumpamaan yang menarik. Bayangkan Anda berada di sebuah pesta dansa di mana para pria mengenakan tuksedo hitam sementara para wanita bergaun putih panjang. Mereka berdansa sambil berangkulan, dan karena redupnya penerangan di dalam ruangan, Anda hanya dapat melihat para wanita dalam balutan busana putih mereka. Nah, wanita itu ibarat bintang kasat mata sementara sang pria sebagai lubang hitamnya. Meskipun Anda tidak melihat pasangan prianya, dari gerakan wanita tersebut Anda dapat merasa yakin bahwa ada sesuatu yang menahannya untuk tetap berada dalam "orbit dansa".

Demikianlah para astronom dalam mengenali keberadaan sebuah lubang hitam. Mereka menggunakan metode tak langsung melalui pengamatan bintang ganda yang beranggotakan bintang kasat mata dan sebuah objek tak tampak. Beruntung, semesta menyediakan sampel bintang ganda dalam jumlah yang melimpah. Kenyataan ini bukanlah sesuatu yang mengherankan, sebab bintang-bintang memang terbentuk dalam kelompok. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa di galaksi kita, Bima Sakti, terdapat banyak bintang yang merupakan anggota suatu gugus bintang ataupun asosiasi.

Telah disebutkan di atas bahwa medan gravitasi lubang hitam sangat kuat, jauh lebih kuat daripada bintang kompak lainnya seperti bintang “katai putih” maupun bintang netron. Dalam sebuah sistem bintang ganda berdekatan, objek yang lebih masif dapat menarik materi dari bintang pasangannya. Demikian pula dengan lubang hitam. lubang hitam menarik materi dari bintang pasangan dan membentuk cakram akresi di sekitarnya (bayangkan sebuah donat yang pipih bentuknya). Bagian dalam dari cakram yang bergerak dengan kelajuan mendekati kelajuan cahaya, akan melepaskan energi potensial gravitasinya ketika jatuh ke dalam lubang hitam. Energi yang sedemikian besar diubah menjadi kalor yang akan memanaskan molekul-molekul gas hingga akhirnya terpancar sinar-X dari cakram akresi tersebut. Sinar-X yang dihasilkan inilah yang digunakan oleh para astronom untuk mencurigai keberadaan sebuah lubang hitam dalam suatu sistem bintang ganda. Untuk lebih meyakinkan bahwa bintang kompak tersebut benar-benar lubang hitam alih-alih bintang “katai putih” ataupun bintang netron, astronom menaksir massa objek tersebut dengan perangkat matematika yang disebut fungsi massa. Bila diperoleh massa bintang kompak lebih dari 3 kali massa Matahari, besar kemungkinan objek tersebut adalah lubang hitam.

Sumber :
www.forumsains.com
www.fisikanet.lipi.go.id

Prominensa


Prominensa 

Prominensa (lidah api matahari) adalah salah satu ciri khas matahari, yaitu berupa bagian matahari yang menyerupai lidah api yang sangat besar dan terang yang mencuat keluar dari bagian permukaan serta seringkali berbentuk loop (putaran). Prominensa disebut juga sebagai filamen matahari karena meskipun julurannya sangat terang bila dilihat di angkasa yang gelap, namun tidak lebih terang dari keseluruhan matahari itu sendiri. Prominensa hanya dapat dilihat dari bumi dengan bantuan teleskop dan filter. Prominensa terbesar yang pernah ditangkap oleh SOHO (Solar and Heliospheric Observatory) diestimasi berukuran panjang 350 ribu km (28 kali diameter bumi).

Sama seperti korona, prominensa terbentuk dari plasma namun memiliki suhu yang lebih dingin. Prominensa berisi materi dengan massa mencapai 100 miliar kg. Prominensa terjadi di lapisan fotosfer matahari dan bergerak keluar menuju korona matahari. Plasma prominensa bergerak di sepanjang medan magnet matahari. Erupsi dapat terjadi ketika struktur prominesa menjadi tidak stabil sehingga akan pecah dan mengeluarkan plasmanya. Ketika terjadi erupsi, material yang dikeluarkan menjadi bagian dari struktur magnetik yang sangat besar disebut semburan massa korona (coronnal mass ejection/ CME).

Pergerakan semburan korona tersebut terjadi pada kecepatan yang sangat tinggi, yaitu antara 20 ribu m/s hingga 3,2 juta km/s. Pergerakan tersebut juga menyebabkan peningkatan suhu hingga puluhan juta derajat dalam waktu singkat. Bila erupsi semburan massa korona mengarah ke Bumi, akan terjadi interaksi dengan medan magnet Bumi dan mengakibatkan terjadinya badai geomagnetik yang berpotensi mengganggu jaringan komunikasi dan  listrik. Suatu prominensa yang stabil dapat bertahan di korona hingga berbulan-bulan lamanya dan ukurannya terus membesar setiap hari. Para ahli masih terus meneliti bagaimana dan mengapa prominensa dapat terjadi.

Games

Parampa Ria














Game teka teki yang cukup menarik. Hanya orang-orang tertentu yang bisa menyelesaikannya. Apakah kamu salah satu dari orang-orang itu??
Download Here

Parampa 2











Sudah selesai dengan parampa ria?? Mau yang lebih ekstrim lagi?? Coba sekuelnya berikut ini.
(Filenya berekstensi .swf)
Download Here

Sabtu, 03 Maret 2012

Kelahiran Bintang


Kelahiran bintang


Bintang lahir dari sekumpulan awan gas dan debu yang kita sebut nebula. Ukuran awan ini sangat besar (diameternya mencapai puluhan SA) tetapi kerapatannya sangat rendah. Awal dari pembentukan bintang dimulai ketika ada gangguan gravitasi (misalnya, ada bintang meledak/supernova), maka partikel-partikel dalam nebula tersebut akan bergerak merapat dan memulai interaksi gravitasi di antara mereka setelah sebelumnya tetap dalam keadaan setimbang. Akibatnya, partikel saling bertumbukan dan temperatur naik.
Semakin banyak partikel yang merapat berarti semakin besar gaya gravitasinya dan semakin banyak lagi partikel yang ditarik. Pengerutan awan ini terus berlangsung hingga bagian intinya semakin panas. Panas tersebut dapat mendorong awan di sekitarnya. Hal ini memicu terjadinya proses pembentukan bintang di sekitarnya. Demikian seterusnya hingga terbentuk banyak bintang dalam sebuah awan besar. Maka tidaklah heran jika kita mengamati sekelompok bintang yang lahir pada waktu yang berdekatan di lokasi yang sama. Kelompok bintang inilah yang biasa kita sebut dengan gugus.

Akibat pengerutan oleh gravitasi, temperatur dan tekanan di dalam awan naik sehingga pengerutan melambat. Di tahap ini, bola gas yang terbentuk disebut dengan proto bintang. Apabila massanya kurang dari 0,1 massa Matahari, maka proses pengerutan akan terus terjadi hingga tekanan dari pusat bisa mengimbanginya. Pada saat tercapai kesetimbangan, temperatur di bagian pusat awan itu tidak cukup panas untuk dimulainya proses pembakaran hidrogen. Maksud dari pembakaran di sini adalah reaksi fusi atom hidrogen menjadi helium. Awan ini pun gagal menjadi bintang dan disebut dengan katai gelap.

Jika massanya lebih dari 0,1 massa Matahari, bagian pusat proto bintang memiliki temperatur yang cukup untuk memulai reaksi fusi saat dirinya setimbang. Reaksi ini akan terus terjadi hingga helium yang sudah terbentuk mencapai 10 – 20 % massa bintang. Setelah itu pembakaran akan terhenti, tekanan dari pusat menurun, dan bagian pusat ini runtuh dengan cepat. Akibatnya temperatur inti naik dan bagian luar bintang mengembang. Saat ini, bintang menjadi raksasa dan tahap pembakaran helium menjadi karbon pun dimulai. 

Di lapisan berikutnya, berlangsung pembakaran hidrogen menjadi helium. Setelah ini kembali akan kita lihat bahwa evolusi bintang sangat bergantung pada massa. Untuk bintang bermassa kecil (0,1 – 0,5 massa Matahari), proses pembakaran hidrogen dan helium akan terus berlangsung sampai akhirnya bintang itu menjadi katai putih. Sedangkan pada bintang bermassa 0,5 – 6 massa Matahari, pembakaran karbon dimulai setelah helium di inti bintang habis. Proses ini tidaklah stabil, akibatnya bintang berdenyut. Bagian luar bintang mengembang dan mengerut secara periodik sebelum akhirnya terlontar membentuk planetary nebula. Bagian bintang yang tersisa akan mengerut dan membentuk bintang katai putih.

Berikutnya adalah bintang bermassa besar (lebih dari 6 massa Matahari). Di bintang ini pembakaran karbon berlanjut hingga terbentuk neon. Lalu neon pun mengalami fusi membentuk oksigen. Begitu seterusnya hingga secara berturut-turut terbentuk silikon, nikel, dan terakhir besi. Kita bisa lihat di diagram penampang bintang di bawah ini, bahwa reaksi fusi sebelumnya tetap terjadi di luar lapisan inti. Sehingga ada banyak lapisan reaksi fusi yang terbentuk ketika di bagian pusat bintang sedang terbentuk besi.

Setelah reaksi yang membentuk besi terhenti, tidak ada proses pembakaran selanjutnya. Akibatnya, tekanan menurun dan bagian inti bintang memampat. Karena begitu padatnya, jarak antara neutroon dan elektron pun mengecil sehingga elektron bergabung dengan neutron dan proton. Peristiwa ini menghasilkan tekanan yang sangat besar dan mengakibatkan bagian luar bintang dilontarkan dengan cepat. Inilah yang disebut dengan supernova.

Apa yang terjadi setelah supernova bergantung pada massa bagian inti bintang yang tadi terbentuk. Apabila di bawah 5 massa Matahari (batas massa Schwarzchild), supernova menyisakan bintang neutron. Disebut demikian karena partikel dalam bintang ini hanya neutron. Bintang neutron biasanya terdeteksi sebagai pulsar (pulsating radio source, sumber gelombang radio yang berputar). Pulsar adalah bintang yang berputar dengan sangat cepat, periodenya hanya dalam orde detik. Putarannya itulah yang menyebabkan pulsasi pancaran gelombang radionya.

Di atas 5 massa Matahari, gaya gravitasi di inti bintang begitu besarnya sehingga dirinya runtuh dan kecepatan lepas partikelnya melebihi kecepatan cahaya. Objek seperti ini disebut dengan lubang hitam. Tidak ada objek yang sanggup lepas dari pengaruh gravitasinya, termasuk cahaya sekalipun. Makanya benda ini disebut lubang hitam, karena tidak memancarkan gelombang elektromagnetik. Satu-satunya cara untuk mendeteksi keberadaan lubang hitam adalah dari interaksi gravitasinya dengan benda-benda di sekitarnya. Pusat galaksi kita adalah salah satu lokasi ditemukannya lubang hitam. Kesimpulan ini diambil karena bintang-bintang di pusat galaksi bergerak dengan sangat cepat, dan kecepatannya itu hanya bisa ditimbulkan oleh gaya gravitasi yang sangat kuat, yaitu oleh sebuah lubang hitam.


Sumber :
http://duniaastronomi.com/2011/03/evolusi-bintang/#more-793

Jumat, 02 Maret 2012

Free Download E-Book

Free Download E-book

E-Book yang ada di sini berformat .pdf dan .djvu. Jika teman-teman tidak memiliki software untuk membuka file berformat .djvu, teman-teman dapat mendownloadnya di sini.













Mary L Boas. Mathematical Methods in Physical Sciences 2nd Edition (.djvu)
Download Here












David J Griffiths. Introduction to Electrodynamics (.djvu)
Download Here
Download solution












David J Griffiths. Introduction to Quantum Mechanics (.djvu)
Download here
Download solution












Louis N Hand & Janet D Finch. Analytical Mechanics (.djvu)
Download here
Download solution












Jerrold E Marsden & Tudor S Ratiu. Introduction to Mechanics and Symmetry (.pdf)
Download here












Arfken & Webber. Mathematical Methods for Physicists (.djvu)
Download here












Siegfried Flugge. Practical Quantum Mechanics (.djvu)
Download here












Greiner, Neise, Stocker. Thermodynamics and Statistical Mechanics (.djvu)
Download here












Halliday, Resnick. Fundamental of Physics (.pdf)
Download here
Download solution












Sokolnikoff. Mathematics of Physics and Modern Engineering (.djvu)
Download here












Arthur Beiser. Modern Physics (.pdf)
Download here

Venus


Venus

Venus atau Bintang Kejora adalah planet terdekat kedua dari matahari setelah Merkurius. Atmosfer Venus mengandung 97% karbondioksida (CO2) dan 3% nitrogen, sehingga hampir tidak mungkin terdapat kehidupan. Arah rotasi Venus berlawanan dengan arah rotasi planet-planet lain. Selain itu, jangka waktu rotasi Venus lebih lama daripada jangka waktu revolusinya dalam mengelilingi Matahari. Kandungan atmosfernya yang pekat dengan CO2 menyebabkan suhu permukaannya sangat tinggi akibat efek rumah kaca. Atmosfer Venus tebal dan selalu diselubungi oleh awan. Pakar astrobiologi berspekulasi bahwa pada lapisan awan Venus termobakteri tertentu masih dapat melangsungkan kehidupan.

Venus adalah planet tetangga terdekat Bumi. Planet Venus dapat diamati setelah matahari terbenam dan sebelum matahari terbit. Venus adalah planet 6 tata surya terbesar dan lebih dekat dengan matahari daripada bumi. Venus disebut Sukra dalam astrologi Hindu kuno. Hal ini diamati oleh Babel di 1600BC awal dan disebut planet Ishtar, dewi cinta dan kewanitaan.

Venus dikenal sebagai bintang mengembara jauh sebelum penemuan teleskop. Orang barat berpikir Venus ada dua planet yang berbeda pada pagi dan sore. Phythagoras adalah yang pertama untuk mengetahui di abad ke-6 yang merupakan salah satu planet. Dia berpikir bahwa Venus mengorbit di sekitar Bumi. Galileo melihat pada abad ke 17 bahwa Venus memiliki sifat-sifat seperti bulan.

Seorang jenius Rusia bernama Mikhail Lomonosov yang pertama kali menemukan atmosfer Venus di 1761. pengamatan lebih lanjut dilakukan oleh Johann Schroter 1790 dan tahu bahwa Venus muncul seperti sebuah bulan sabit. Chester Smith Lyman adalah orang pertama yang menemukan cincin di sekitar sisi gelap planet. Suasana Venus sangat padat yang menyebabkan masalah bagi para ilmuwan yang ingin mengetahui periode rotasi. Namun, Johan Schroter dan Giovanni Cassini berpikir bahwa Venus memiliki periode rotasi 24 jam.
Venus memiliki beberapa ciri yang mirip dengan Bumi. Venus mengandung batu silikon hadir pada permukaannya seperti Bumi. Ukuran dan make up mirip dengan Bumi. Selain itu, Venus dan Bumi mempunyai inti yang sama yang terdiri dari deposito besi kompak dan pusat Venus sangat mirip dengan Bumi. Namun, suasana yang sangat padat untuk hosting hidup. Venus dipenuhi dengan awan asam sulfat dan panas mengering parah sampai semua badan air. Permukaannya adalah banyak panas dari Merkurius. Mayoritas fitur permukaan Venus terinspirasi dari perempuan.

Ada beberapa misi wahana ruang untuk Venus. Yang pertama adalah Venera Rusia 1. Namun kehilangan kontak dengan Bumi setelah tujuh hari. Pesawat luar angkasa pertama yang berhasil datang dekat dengan Venus Amerika Mariner 2 dalam tahun 1962. Ada lebih dari 20 kunjungan pesawat ruang angkasa ke Venus.
simbol venus
Nama lain                         : Zohrah, bintang kejora
Aphelion                           : 108.942.109 km / 0,72823128 SA
Perihelion                         : 107.476.259 km / 0,71843270 SA
Periode Orbit                   : 583,92 hari
Volume                            : 9,38x1011 km3
Massa                              : 4,868x1024 kg
Massa jenis                      : 5,204 g/cm3
Gravitasi                          : 8,87 m/s2
Komposisi                       : 96,5% CO2, 3% N2, dan 0,5 gas lainnya.

Sumber:
http://id.wikipedia.org/wiki/Venus
http://id.shvoong.com/exact-sciences/astronomy/1998462-penemuan-planet-venus/

Merkurius


Merkurius


Pengamatan yang tercatat mengenai Merkurius dimulai dari zaman orang Sumeria pada milenium ke tiga sebelum masehi. Bangsa Romawi menamakan planet ini dengan nama salah satu dari dewa mereka, yaitu Merkurius (dikenal juga sebagai Hermes pada mitologi Yunani dan Nabu pada mitologi Babilonia). Lambang astronomis untuk merkurius adalah abstraksi dari kepala Merkurius sang dewa dengan topi bersayap di atas caduceus. Dari Bumi, Merkurius hanya bisa diamati secara visual pada jarak maksimum 28,3 derajat dari Matahari. Artinya, planet ini hanya terlihat di langit timur sebelum Matahari terbit atau di barat setelah Matahari terbenam. Dengan jarak sudut sekecil itu, kita hanya memiliki waktu maksimum selama 1 jam 53 menit saja untuk mengamati planet ini, yaitu pada saat Merkurius mencapai elongasi maksimalnya. Karena kemunculannya yang bergantian itu planet ini sempat diidentifikasi oleh masyarakat Yunani kuno sebagai 2 benda yang berbeda. Kala itu, Merkurius yang muncul di langit timur diberi nama Apollo dan yang muncul di langit barat diberi nama Hermes. Diameter Merkurius 40% lebih kecil daripada Bumi (4879,4 km), dan 40% lebih besar daripada Bulan. Ukurannya juga lebih kecil (walaupun lebih padat) daripada satelit Yupiter, Ganymede dan satelit Saturnus, Titan.

Merkurius mengandung besi lebih banyak dari planet lainnya di tata surya dan beberapa teori telah diajukan untuk menjelaskannya. Teori yang paling luas diterima adalah bahwa Merkurius pada awalnya mempunyai perbandingan logam dan silikat mirip dengan meteor Kondrit umumnya dan mempunyai massa sekitar 2,25 kali massanya yang sekarang. Namun pada awal sejarah tata surya, merkurius tertabrak oleh sebuah planetesimal berukuran sekitar seperenam dari massanya. Benturan tersebut telah melepaskan sebagian besar dari kerak dan mantel asli Merkurius dan meninggalkan intinya. Proses yang sama juga telah diajukan untuk menjelaskan penciptaan dari Bulan.

Teori yang lain menyatakan bahwa Merkurius mungkin telah terbentuk dari nebula Matahari sebelum energi keluaran Matahari telah stabil. Merkurius pada awalnya mempunyai dua kali dari massanya yang sekarang, namun dengan mengambangnya protomatahari, suhu di sekitar merkuri dapat mencapai sekitar 2500 Kelvin sampai 3500 Kelvin dan mungkin mencapai 10000 Kelvin. Sebagian besar permukaan Merkurius akan menguap pada temperatur seperti itu, membuat sebuah atmosfer "uap batu" yang mungkin tertiup oleh angin surya.

Teori ketiga mengajukan bahwa mengakibatkan tarikan pada partikel yang darinya Merkurius akan terbentuk sehingga partikel yang lebih ringan hilang dari materi pengimbuhan. Masing-masing dari teori ini memprediksikan susunan permukaan yang berbeda.

simbol merkurius

Nama lain                          : Utarid
Aphelion                            : 69.816.900 km / 0,466697 SA
Perihelion                           : 46.001.200 km / 0,307449 SA
Periode orbit                      : 87,9691 hari
Jari-jari rata-rata                : 2.439,7 km

Volume                              : 6,083x1010 km3
Massa                                : 3,3022x1023 kg
Massa jenis                        : 5,427 gr/cm3
Gravitasi                            : 3,7 m/s2
Komposisi                         : 42% O2, 29% N2, 22% H2, 6% Helium, 0,5% Kalium, dan 0,5% gas lainnya.

Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Merkurius
http://duniaastronomi.com/2011/02/merkurius-planet-terkecil-terdekat-tercepat/

Menghitung Jarak Bintang


Mengukur Jarak Bintang Dengan Paralaks


Paralaks (paralaks gerak) adalah perubahan kedudukan sudut dari dua titik diam, relatif satu sama lainnya. Kita bisa mengamati bagaimana paralaks terjadi dengan cara yang sederhana. Acungkan jari telunjuk pada jarak tertentu (misal 30 cm) di depan mata kita. Kemudian amati jari tersebut dengan satu mata saja secara bergantian antara mata kanan dan mata kiri. Jari kita yang diam akan tampak berpindah tempat karena arah pandang dari mata kanan berbeda dengan mata kiri sehingga terjadi perubahan pemandangan latar belakangnya. Perpindahan itulah yang menunjukkan adanya paralaks.
Paralaks juga terjadi pada bintang, setidaknya begitulah yang diharapkan oleh pemerhati dunia astronomi ketika model heliosentris dikemukakan pertama kali oleh Aristarchus (310-230 SM). Dalam model heliosentris itu, Bumi bergerak mengelilingi Matahari dalam orbit yang berbentuk lingkaran. Akibatnya, sebuah bintang akan diamati dari tempat-tempat yang berbeda selama Bumi mengorbit. Dan paralaks akan mencapai nilai maksimum apabila kita mengamati bintang pada dua waktu yang berselang 6 bulan (setengah periode revolusi Bumi). Namun saat itu tidak ada satu orangpun yang dapat mendeteksinya sehingga Bumi dianggap tidak bergerak (karena paralaks dianggap tidak ada). Model heliosentris kemudian ditinggalkan orang dan model geosentrislah yang lebih banyak digunakan untuk menjelaskan perilaku alam semesta.
Paralaks pada bintang baru bisa diamati untuk pertama kalinya pada tahun 1837 oleh Friedrich Bessel, seiring dengan teknologi teleskop untuk astronomi yang berkembang pesat (sejak Galileo menggunakan teleskopnya untuk mengamati benda langit pada tahun 1609). Bintang yang ia amati adalah 61 Cygni (sebuah bintang di rasi Cygnus/angsa) yang memiliki paralaks 0,29. Ternyata paralaks pada bintang memang ada, namun dengan nilai yang sangat kecil. Hanya keterbatasan instrumenlah yang membuat orang-orang sebelum Bessel tidak mampu mengamatinya. Karena paralaks adalah salah satu bukti untuk model alam semesta heliosentris (yang dipopulerkan kembali oleh Copernicus pada tahun 1543), maka penemuan paralaks ini menjadikan model tersebut semakin kuat kedudukannya dibandingkan dengan model geosentris Ptolemy yang banyak dipakai masyarakat sejak tahun 100 SM.
Setelah paralaks bintang ditemukan, penghitungan jarak bintang pun dimulai. Lihat ilustrasi di bawah ini untuk memberikan gambaran bagaimana paralaks bintang terjadi. Di posisi A, kita melihat bintang X memiliki latar belakang XA. Sedangkan 6 bulan kemudian, yaitu ketika Bumi berada di posisi B, kita melihat bintang X memiliki latar belakang XB. Setengah dari jarak sudut kedua posisi bintang X itulah yang disebut dengan sudut paralaks. Dari sudut inilah kita bisa hitung jarak bintang asalkan kita mengetahui jarak Bumi-Matahari.

Dari geometri segitiga kita ketahui adanya hubungan antara sebuah sudut dan dua buah sisi. Inilah landasan kita dalam menghitung jarak bintang dari sudut paralaks (lihat gambar di bawah). Apabila jarak bintang adalah d, sudut paralaks adalah p, dan jarak Bumi-Matahari adalah 1 SA (Satuan Astronomi = 150 juta kilometer), maka kita dapatkan persamaan sederhana
tan p = 1/d
atau d = 1/p, karena p adalah sudut yang sangat kecil sehingga tan p ~ p.

Jarak d dihitung dalam SA dan sudut p dihitung dalam radian. Apabila kita gunakan detik busur sebagai satuan dari sudut paralaks (p), maka kita akan peroleh d adalah 206265 SA atau 3,09 x 10^13 km. Jarak sebesar ini kemudian didefinisikan sebagai 1 pc (parsec, parsek), yaitu jarak bintang yang mempunyai paralaks 1 detik busur. Pada kenyataannya, paralaks bintang yang paling besar adalah 0,76 yang dimiliki oleh bintang terdekat dari tata surya, yaitu bintang Proxima Centauri di rasi Centaurus yang berjarak 1,31 pc. Sudut sebesar ini akan sama dengan sebuah tongkat sepanjang 1 meter yang diamati dari jarak 270 kilometer. Sementara bintang 61 Cygni memiliki paralaks 0,29 dan jarak 1,36 tahun cahaya (1 tahun cahaya = jarak yang ditempuh cahaya dalam waktu satu tahun = 9,5 trilyun kilometer) atau sama dengan 3,45 pc.
Hingga tahun 1980-an, paralaks hanya bisa dideteksi dengan ketelitian 0,01 atau setara dengan jarak maksimum 100 parsek. Jumlah bintangnya pun hanya ratusan buah. Peluncuran satelit Hipparcos pada tahun 1989 kemudian membawa perubahan. Satelit tersebut mampu mengukur paralaks hingga ketelitian 0,001, yang berarti mengukur jarak 100.000 bintang hingga 1000 parsek. Sebuah katalog dibuat untuk mengumpulkan data bintang yang diamati oleh satelit Hipparcos ini. Katalog Hipparcos yang diterbitkan di akhir 1997 itu tentunya membawa pengaruh yang sangat besar terhadap semua bidang astronomi yang bergantung pada ketelitian jarak.